
KPU Belum Nyatakan Sikap Soal RUU Pilkada
Jakarta, kpu.go.id- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI belum menyatakan sikap terkait pro dan kontra terhadap RUU Pilkada yang terjadi saat ini. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dihadapan enam perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) penggiat pemilu yang bertandang ke Kantor KPU, Jl. Imam Bonjol Nomor 29 Jakarta Pusat, Rabu (10/9).
“Secara kelembagaan, KPU belum dapat memberikan sikap sesuai dengan apa yang teman-teman harapkan, posisi kami pasif, karena kami bukan lembaga penyusun undang-undang,” tutur Husni.
Ia menjelaskan, KPU akan melakukan rapat pleno terlebih dahulu sebelum menentukan sikap mengenai RUU Pilkada yang saat ini banyak diperbincangkan. “Sebelum menentukan sikap, kami (Ketua dan Komisioner KPU) akan melakukan rapat pleno untuk menentukan sikap KPU sebagai Lembaga Penyelenggara Pemilu,” jelas Husni.
Meskipun belum menentukan sikap, ia berharap agar DPR dapat melibatkan KPU untuk memberikan pandangan serta berbagi pengalaman mengenai teknis penyelenggaraan pemilu.
“Selama tiga periode kepemimpinan, KPU ini sangat minimalis dilibatkan dalam pembahasan perundang-undangan. Kami ingin memberikan pemikiran simulatif yang selama ini menjadi pengalaman kami, sampai saat ini kami (KPU) masih berharap pemerintah dan DPR dapat mengundang kami untuk melakukan diskusi bersama,” lanjutnya.
Enam perwakilan yang hadir antara lain peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Philips Vermonte, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Muhammad Afifudin, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, pengamat politik Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi, dan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
Sebelumya mereka menanyakan bagaimana sikap dan peran serta aktif KPU mengenai inistaif DPR yang ingin mengembalikan pemilihan umum kepala daerah ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Philips Vermonte berpendapat, jika Pemilu Kepala Daerah dikembalikan kepada DPRD, hal tersebut merupakan suatu kemunduran dan bertentangan dengan semangat reformasi untuk menyelenggarakan pemilihan umum dari rakyat untuk rakyat.
“Jika dikembalikan ke DPRD kita akan mengalami kemunduran proses demokrasi. Hal tersebut tidak menyemangati reformasi yang sudah kita bangun sejak tahun 1998,” tegas Philips. (ris/red. FOTO KPU/dam/Hupmas)
“Secara kelembagaan, KPU belum dapat memberikan sikap sesuai dengan apa yang teman-teman harapkan, posisi kami pasif, karena kami bukan lembaga penyusun undang-undang,” tutur Husni.
Ia menjelaskan, KPU akan melakukan rapat pleno terlebih dahulu sebelum menentukan sikap mengenai RUU Pilkada yang saat ini banyak diperbincangkan. “Sebelum menentukan sikap, kami (Ketua dan Komisioner KPU) akan melakukan rapat pleno untuk menentukan sikap KPU sebagai Lembaga Penyelenggara Pemilu,” jelas Husni.
Meskipun belum menentukan sikap, ia berharap agar DPR dapat melibatkan KPU untuk memberikan pandangan serta berbagi pengalaman mengenai teknis penyelenggaraan pemilu.
“Selama tiga periode kepemimpinan, KPU ini sangat minimalis dilibatkan dalam pembahasan perundang-undangan. Kami ingin memberikan pemikiran simulatif yang selama ini menjadi pengalaman kami, sampai saat ini kami (KPU) masih berharap pemerintah dan DPR dapat mengundang kami untuk melakukan diskusi bersama,” lanjutnya.
Enam perwakilan yang hadir antara lain peneliti senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Philips Vermonte, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Muhammad Afifudin, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumampow, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti, pengamat politik Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Jojo Rohi, dan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
Sebelumya mereka menanyakan bagaimana sikap dan peran serta aktif KPU mengenai inistaif DPR yang ingin mengembalikan pemilihan umum kepala daerah ke tangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Philips Vermonte berpendapat, jika Pemilu Kepala Daerah dikembalikan kepada DPRD, hal tersebut merupakan suatu kemunduran dan bertentangan dengan semangat reformasi untuk menyelenggarakan pemilihan umum dari rakyat untuk rakyat.
“Jika dikembalikan ke DPRD kita akan mengalami kemunduran proses demokrasi. Hal tersebut tidak menyemangati reformasi yang sudah kita bangun sejak tahun 1998,” tegas Philips. (ris/red. FOTO KPU/dam/Hupmas)
Bagikan:
Telah dilihat 3,272 kali